Pemilu 2014 sudah di depan mata.
Tinggal menghitung hari, pesta demokrasi Pemilu legislatif akan digelar.
Berbagai cara ditempuh oleh tiap partai agar dapat memperoleh suara yang besar
pada pemilu nanti. Salah satunya adalah dengan berkampanye. Banyak partai
politik yang memanfaatkan kepopuleran anggota partainya untuk menjadi juru
kampanye politik. Mulai dari pejabat setingkat walikota atau bupati, gubernur,
menteri, hingga presiden.
Akhir-akhir
ini memang kita sering melihat tayangan di TV yang memberitakan tentang pejabat
negeri beramai-ramai cuti untuk menjadi juru kampanye masing-masing partainya.
Mulai dari PDIP yang sudah mendaftarkan dua nama simpatisan partainya untuk
menjadi juru kampanye politik. Mereka adalah Ganjar Pranowo yang saat ini
menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah, serta Joko Widodo yang juga menjabat
sebagai Gubernur DKI Jakarta. Kemudian dari PKS, nama Ahmad Heriyawan yang saat
ini menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat sudah terdaftar sebagai juru kampanye
politik.
Dari
kalangan pejabat kementrian pada kabinet Indonesia Bersatu II, muncul nama-nama
menteri seperti Tifatul Sembiring, Agung Laksono, serta beberapa nama lainnya
yang turut serta menjadi juru kampanye partai politik. Bahkan, akhir-akhir ini
berita yang beredar juga mengatakan bahwa Presiden SBY ikut serta menjadi juru
kampanye partai Demokrat. Memang tidak ada regulasi yang melarang bahwa pejabat
pemerintah tidak boleh menjadi juru kampanye politik. Bagi pejabat yang ingin
menjadi juru kampanye diberikan hak untuk mengambil cuti kerja.
Setiap
warga negara mempunyai hak politik yang sama, dan kita tidak boleh melarang
siapapun untuk berperan aktif dalam proses politik. Para pejabat sama sekali
tidak melanggar undang-undang bila menjadi juru kampanye politik. Namun menurut
penulis, hal ini kurang etis karena lebih baik menghabiskan waktu untuk
mengabdi kepada rakyat daripada mengabdi kepada partai politik dengan menjadi
juru kampanye.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar