Kamis, 13 Maret 2014

MENYEDIHKAN, 35% PERGURUAN TINGGI NEGERI TOLAK PENYANDANG DISABILITAS



                   Sore ini, seperti biasa setelah menjalani rutinitas sebagai seorang mahasiswa, saya memilih untuk menonton Televisi. Dari salah satu stasiun TV swasta, memberitakan bahwa telah terjadi demonstrasi yang dllakukan oleh para penyandang disabilitias. Mereka menuntut untuk penghapusan diskriminasi yang dilakukan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan serta beberapa perguruan tinggi negeri nasional. Berita tersebut mengatakan bahwa, dari seluruh perguruan tinggi negeri nasional, terdapat sekitar 35% diantaranya yang menolak menerima calon mahasiswa penyandang disabilitas mengikuti SNMPTN.
            Hal ini sungguh menjadi sebuah ironis, ketika melihat bangsa barat sangat menghargai dan memberikan kemudahan kepada para penyandang disabilitas dalam setiap sendi kehidupan, di negeri ini justru beberapa orang penyandang disabilitas ditolak untuk masuk ke perguruan tinggi negeri. Kita perlu mengkritisi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang dinilai bersikap diskriminatif terhadap saudara-saudara kita yang mengalami keterbatasan fisik maupun mental.
            Memang selama ini sudah banyak sekolah-sekolah bagi orang-orang yang berkebutuhan khusus atau yang sering kita kenal dengan Sekolah Luar Biasa (SLB) dibangun oleh pemerintah. Namun pada kenyataannya, pembangunan sekolah-sekolah tersebut masih belum merata secara nasional. Saya memiliki seorang saudara laki-laki penyandang disabilitas, namanya adalah Kodrat Noviantoro. Sejak kecil ia tidak bisa berjalan dan sebagian tangannya pun lumpuh. Sejak kecil hingga saat ini berusia 20 tahun, belum pernah sekalipun ia mengenyam bangku pendidikan, baik melalui sekolah umum maupun SLB. Selama ini, tidak ada satu sekolah pun baik itu sekolah umum maupun SLB yang bersedia dan menawarkannya untuk bersekolah di sekolah tersebut. Memang pernah satu waktu, ada SLB yang menawarkannya untuk bersekolah. Namun karena ketidakjelasan informasi dan lain sebagainya, maka Kodrat pun akhirnya tidak pernah merasakan bersekolah.
            Ini merupakan suatu cambukan bagi kita semua, khususnya bagi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Mereka yang mengalami keterbatasan fisik maupun mental, juga berhak untuk bersekolah. Mereka berhak untuk menentukan masa depannya masing-masing. Mereka juga berhak untuk masuk perguruan tinggi negeri manapun tanpa mengalami tindakan diskriminasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar