Senin, 26 Januari 2015

MEMBUMIKAN “FIAT JUSTISIA RUAT COELEUM” DI INDONESIA


Indonesia merupakan sebuah bangsa besar yang beridiologikan Pancasila serta UUD 1945. Segala sesuatu yang terjadi di negeri ini diatur oleh hukum melalui undang-undang. Maka sudah selayaknya bila hukum di negeri ini harus ditegakkan setinggi-tingginya. Apapun yang terjadi pada bangsa ini, hukum tetap harus menjadi yang terdepan sebagai landasan pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahannya.
Menyambut tahun yang baru, tentu harus diikuti dengan resolusi baru. Semangat aksioma “Fiat Justisia Ruat Coeleum” atau menegakkan hukum meskipun langit runtuh menjadi salah satu dari beragam harapan masyarakat terhadap bangsa Indonesia di tahun 2015. Hukum diharapkan mampu menjadi panglima terdepan dalam upaya untuk menghapus praktik ketidak adilan, pelanggaran HAM, perilaku kriminal, serta yang paling penting adalah pemberantasan korupsi.
Penegakkan hukum di republik ini masih menjadi sorotan yang serius oleh masyarakat Indonesia terutama kalangan pengamat hukum dan mahasiswa. Pasalnya, penegakkan hukum di Indonesia masih menjadi sesuatu hal yang tidak lebih dari pernyataan yuridis formal semata. Masyarakat juga menilai bahwa penegakkan hukum yang terjadi saat ini masih jauh dari kata adil. Bahkan muncul sebuah istilah “Hukum tajam ke bawah, namun tumpul ke atas” yang menggambarkan keberpihakan untuk melindungi kalangan elite yang melakukan pelanggaran hukum.
Masyarakat Indonesia tentu belum lupa terhadap kasus yang menimpa Minah, seorang nenek yang harus dipenjara selama 1 bulan 15 hari akibat diduga mencuri tiga butir kakao dari kebun milik suatu perusahaan. Pemberian hukuman yang diterima oleh nenek Minah dinilai terlalu berat mengingat jumlah kakao yang dicurinya tidaklah besar, dan nenek Minah sudah memasuki usia renta. Kemudian bandingkan dengan para koruptor yang memperoleh hukuman sangat ringan. Contohnya adalah Gayus Tambunan. Tersangka tindak pidana korupsi ini hanya divonis selama 12 tahun penjara. Terlebih pada saat hari ulang tahun ke-69 kemerdekaan Indonesia, dirinya bahkan memperoleh remisi selama 5 bulan.
Membumikan “Fiat Justisia Ruat Coeleum” di Indonesia menjadi harapan yang besar di tahun 2015 mendatang. Hal tersebut menjadi PR yang berat bagi pemerintahan yang baru beberapa bulan ini berjalan, namun bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dilakukan. Pemerintah terutama melalui Kementrian Hukum dan Ham serta Jaksa Agung harus bisa membuktikan kepada masyarakat bahwa hukum dapat ditegakkan setinggi-tingginya dan seadil-adilnya. Selain itu, resolusi di tahun 2015, pemerintah harus sesegera mungkin untuk menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran hukum dan HAM yang terjadi seperti kasus Munir serta beragam kasus hukum lainnya.

RESOLUSI INDONESIA BERSIH TANPA KORUPSI


Tanpa terasa, kita sudah memasuki masa menjelang akhir tahun. Pergantian tahun yang baru harus disertai dengan resolusi baru agar bangsa ini mampu menjadi bangsa yang lebih baik lagi. Seperti orang bijak mengatakan “Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini”. Begitu pula dengan Indonesia yang harus selalu mengaktualisasi diri sebagai bangsa yang besar di setiap tahunnya.
Menatap Indonesia di tahun 2015 harus menggunakan “kacamata” yang positif. Banyak harapan-harapan yang muncul dari sekitar dua ratus lima puluh juta masyarakat Indonesia terhadap bangsanya. Salah satunya adalah resolusi Indonesia agar terbebas dari korupsi. Tindak pidana korupsi yang terjadi di negeri ini semakin merajalela. Hampir setiap pekan masyarakat Indonesia disuguhkan tayangan melalui media mengenai para oknum pejabat maupun pemerintahan yang tertangkap tangan oleh KPK akibat menerima suap maupun melakukan korupsi.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Indonesia Coruption Watch (ICW) pada Minggu 17 Agustus 2014 lalu, jumlah kasus korupsi yang terjadi selama dua tahun terakhir cenderung meningkat. Pada tahun 2013, jumlah kasus korupsi naik sebanyak 560 kasus. Pada 2014, jumlah kasus korupsi juga diperkirakan akan kembali meningkat, pasalnya selama semester I tahun 2014 saja, jumlah kasus korupsi sudah mencapai 308 kasus. Jumlah tersangka kasus korupsi pun meningkat signifikan di tahun 2013 menjadi 1.271 orang dan diperkirakan bertambah pada tahun 2014.
Bila berkaca dari data tersebut, kalimat “Resolusi Indonesia Bersih Tanpa Korupsi” dipandang sangat sulit terjadi. Memang bukanlah hal yang mudah untuk mewujudkan harapan rakyat tersebut, namun bukan berarti suatu hal yang mustahil melihat bangsa ini mampu terbebas dari praktik korupsi di masa mendatang. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibawah komando Abraham Samad serta pimpinan komisioner KPK lainnya menjadi barisan terdepan untuk mewujudkan mimpi tersebut. Berbagai upaya terus ditempuh oleh KPK untuk menghapus korupsi di Indonesia. Salah satu contohnya adalah dengan membuat radio streaming “Kanal KPK” dan pembentukan Deputi Pencegahan.
Namun, upaya pemberantasan korupsi di tahun 2015 tidak cukup bila hanya mengandalkan KPK saja. Pemerintah beserta Kepolisian RI juga harus turut serta dalam upaya mengurangi angka korupsi tersebut. Pemerintah harus memiliki good will dalam memberantas korupsi. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah harus sesegera mungkin menghapus remisi bagi tersangka korupsi agar mampu menimbulkan efek jera terhadap para pelakunya. Selain itu, masyarakat dan terutama kalangan pemuda harus punya semangat yang tinggi untuk menolak melakukan segala aktivitas yang mengandung unsur korupsi. Masyarakat juga harus berperan aktif dengan berani melaporkan setiap praktik korupsi yang terjadi di sekitar kita kepada instansi yang terkait.